(Refleksi dan relasi antara peristiwa Kristus, sImbol liturgis dan maknanya)
(Pdt Sudinarto Kumihi. MTh)
Gereja menetapkan tri hari suci untuk perayaan Kamis Putih, jumat agung dan Minggu paskah. Sekalipun demikian Sabtu sunyi ataupun sabtu suci turut mendapat perhatian sebagai perayaan yang turut menghiasi pekan suci. Apakah kita hanya menjalani semua ini sebagai sebuah kebiasaan perayaan. Atau mengisinya dengan semakin belajar memahami peristiwa Kristus, ataukah dengannya termotifasi mereflesikan secara benar dalam dogma dan dalam simbolisasi liturgis. Mungkin ketiga-tiganya. Namun tak bisa dihindari kekristenan menuntut kita lebih dewasa memahami peristwa Kristus dan kebenaranNya, agar kita tidak terombang ambing oleh rupa-rupa angin pengajaran yang menyesatkan (Efesus 4:14).
Beberapa symbol dan warna liturgis adalah refleksi tentang Yesus Kristus. Pewarnaan itu adalah ekspresi iman KepadaNya. Gereja-gereja tidak sejalan dalam menerapkan pewarnaan simbol liturgy, dan hal itu biasanya bersumber dari pemahamannnya atas peristiwa Kristus yang dituangkan dalam ajaran gereja. Polemik ini tidak dibahas disini. Tulisan ini menyasar sepintas peristiwa Kristus pada Jumat Agung-Minggu Paskah. Pertanyaan mendasar adalah: “Ada apa dengan Yesus Kristus dialam maut” Apakah Ia benar-benar mati dalam kesatuan tubuh,roh dan jiwa, Apakah dalam kesatuan itu Ia terbaring dalam kubur dan baru Dibangkitkan pada hari Minggu paskah?. Pertanyaan ini mungkin remeh temeh, namun mengabaikannya dan tidak tepat dalam mendeskripsi dalam pewarnaan dan simbol liturgy adalah fatalistic dan tidak menolong penghayatan iman jemaat.
Pokok ini mengingatkan kita pada sebuah pengakuan iman gereja(Baca:Rasuli): Turun Kedalam Kerajaan Maut”.Rumusan ini baru muncul pada abad ke -7M. Alkitab tidak secara tersurat menuliskannnya pada kita, namun secara tersirat berisi penegasan yang tidak terbantahkan hingga saat ini. Bahwa Yesus Kristus dalam penderitaan dan penyalibanNya mengalami realitas kehidupan yang menuntun pada kematian. Injil-injil dengan sejajar mengungkapkan kematian dan penguburanNya (Mat 27:45 ff,Mrk 15:33 ff, Luk 23:44-49, Yoh 1928-30). Disalib Yesus mengalami siksaan yang memastikan kematianNya dan para murid menjadi saksi penguburanNya (Yoh 19:1-42).
Yesus mati dan dikuburkan, turun kedalam kerajaan Maut. Kerajaan maut, merujuk pada pengertian yang sejajar dengan alam maut dan kuasanya. Pokok ini sangat terkait dengan pemahaman gereja tentang alam maut (Luk16:2, Roma 5:21). Deskripsi Penginjil Lukas mengesankan keberadaan jiwa-jiwa orang telah meninggal pada beberapa tempat.
- Neraka: Yunani Gehena, yaitu tempat siksaan bagi orang-orang berdosa yang mengalami kematian kekal ( Bdk Mat 5;22, Wahyu 20:14-15)
- Syeol. Syeol adalah alam maut tempat berkumpul semua orang yang sudah mati (Ayub 30;23, Kis 2;25). Atau tempat orang-orang meninggal menanti penghakiman terkahir dari Allah (Wahyu 20:13).
- Hades.Deskripsi Alkitab menyajikan bahwa alam maut telah terbagi dua sejalan dengan peristiwa kebangkitan Kristus. Hades adalah tempat dimana roh-roh orang mati yang diangkat dari syeol dan mengalami persekutuan hidup orang beriman (Ayat 22-23)
Sejajar dengan Lukas Paulus menggambarkan keberadaan Hades sebagai firdaus (2 Kor 12:1-4). Dan semakin dikembangkan Paulus dalam Efesus 4:8 untuk menggambarkan dampak Yesus yang bangkit bagi roh-roh orang mati yang ada di alam maut itu.
Konsep ini injili, selaras dengan penyataan dan janji-janji Yesus sebelum dan saat penyaliban berlangsung. Yesun turun kedalam kerajaan maut, lalu bagaimana dengan ucapan dan janjinya kepada penjahat disisi kanan salibNya (Luk 23:43).? Pernyataan ini menggoda orang memiliki kesimpulan bahwa Yesus tidak turun kedalam dunia orang mati melainkan langsung diangkat ke Firdaus.
Peristiwa penderitaan, penyaliban dan kematian Yesus patut dipandang sebagai satu kesatuan dari karya penebusan dosa-dosa dunia. Momentum kematian dan kebangkitan Yesus Kristus terakta dalam makna yang sejajar dengan perayaan Paskah Yahudi sebagai karya penyelamatan Allah atas bani Israel dari perbudakan di Mesir, dimana darah anak domba adalah simbolnya. Namun Yesus menyatakan diriNya sebagai anak domba paskah itu (Bdk Yoh 1:29, 1 Kor 11;23-25). Dia benar-benar telah menjadi sama dengan kita dan bahkan lebih rendah dalam kehinaanNya karena salib. Karya penebusan Kristus menginspirasi Para penginjil bersaksi bahwa Kristus mewartakan kabar baik dalam hidup dan dalam kematian-Nya, supaya jiwa-jiwa yang berada dialam maut, diangkat keFirdaus.
Jadi kematian Yesus dihari jumat Agung, menandai “keterpisahan” Yesus dengan Allah Bapa dan kehidupan manusia di bumi. TubuhNya dikuburkan, namun RohNya “tidak ditinggalkan”Allah. Porter menulis bahwa Rufinus memakai Kisah Para rasul 2:31 untuk menyebutkan Roh Kristus menjalani peperangan rohani di alam maut, dan melalui kebangkitanNya Ia menjadi pemenang bagi mereka yang berada di penjara alam maut.(R.J.Poter: Katekisasi Masa Kini, Hlm 104).
Johan Djuandy, menyebutkan Pekabaran injil Kristus di dunia orang mati terjadi dalam eksistensi tubuh rohani ( Johan Djuandy: Yesus Turun Kedalam dunia dunia orang Mati, Hlm 59). Louis Berkhof dalam Theologi systematic , menyebutnya dengan bersahaja:”Roh Kristus berkhotbah kepada jiwa-jiwa orang yang tidak taat, yang hidup sebelum air bah, orang-orang ini masih hidup saat diiinjili. Luther dan Calvin Nampak sejajar atas polemik ini: Bahwa yang dimaksudkan dengan jiwa-jiwa orang dipenjara dalam 1 Petrus 3;18, adalah roh orang-orang benar yang mati pada saman Nuh, atau semua orang benar pada masa PL (Johan Djuandi, Hlm 59).
Tidak ada kesaksian yang begitu kuat untuk menganulir pengakuan iman ini. Lalu apa relefansinya bagi gereja pada pekan suci ini, ketika merayakan peristiwa Kristus baik Kamis Putih, jumat Agung, sabtu sunyi dan Paska? Salah satunya adalah simbolisasi liturgy baik dalam rumusan maupun riasan. Pakaian jabatan, altar, stola dan berbagai ornament dalam gereja. Bagi pelayan gereja stola adalah salah satunya. Putih menggambarkan kemurnian, terang yang tidak terpadamkan, ketidaksalahan, kejayaan penuh kemenangan, dan kesempurnaan. Unggu: Kebijaksanaan, keseimbangan sikap, hati-hati dan mawas diri. Hitam; Kegelapan, ketiadaan, pengorbanan, kematian, kesedihan dan kedukaan hati. Merah: Warna api, simbol kuasa tertinggi, kasih. Hijau : Tenang, menyegarkan dan menyejukan. Dengan tegas pewarnaan itu menunjuk pada aspek teologis dari peristiwa Kristus itu bukan sekedar asumsi sambilan tanpa dasar alkitab.
Tata gereja kita belum mencantumkan penggunaan stola pada sabtu sunyi, sehingga kebanyakan kita menginterpretasi sendiri pada beberapa tahun terakhir. Poin yang telah disepakati adalah pengunaannya pada Kamis Putih dengan warna unggu, jumat agung dengan warna Hitam dan Paskah dengan warna putih.
Penulis telah berpendapat tentang hal itu pada tahun lalu, namun baiklah tanpa mengabaikan pendapat yang lain, tulisan ini dipersembahkan. Dengan memperhatikan momentum hari raya gerejawi yakni paskah dan peristiwa yang menyertainya. Mengingat bahwa kesemuanya (Kamis Putih, Jumat Agung, sabtu sunyi) adalah kesatuan dalam pekan suci dimana paskah adalah puncaknya, maka simbolisasi liturgis Sabtu sunyi include dalam perayaan paskah. Dalam artian pewarnaan sabtu sunyi mengikuti pewarnaan paskah.
Mungkin penting bagi gereja membahasakan lebih serius ketimbang memberi “asumsi tanpa dasar” agar kedepan menghasilkan sebuah dokumen yang bernafaskan alkitab. Mengapa sebab dogma merupakan suatu hal esensi dimana penghayatan iman jemaat terbangun. Akhirnya, Selamat Paskah, selamat menjalani kemenangan bersama Yesusyang bangkit.
Tobelo, 27 Maret 2024.
Penulis.