Sebuah Refleksi oleh Pdt. G.M. Rubawange/Taluta
Malam itu, wall whatsap grup dipenuhi dengan komentar atas berita putusan MA terkait kasus Logo GMIH. Malam sunyi itu tidak sesepi dunia maya karena telah beredar berita yang menghebohkan warga GMIH bahwa gugatan hukum terkait keabsahan penggunaan merk/logo GMIH dimenangkan oleh GMIH yang telah kurang lebih 10 tahun memilih jalan viadolora. Masa-masa sulit yang dilalui seolah hilang di telan gelapnya malam karena ada pengharapan yang bersinar seiring mentari pagi yang akan bersinar di besok hari. Sepertinya semua orang tidak sabar menunggu hari berganti pagi.
Benar saja, besoknya kantor diramaikan oleh orang-orang yang penuh sukacita seperti orang yang pulang berperang membawa kemenangan. Euforia mereka sulit dibendung. Ah biarlah kami bergembira sejenak menikmati kabar baik ini. Yah, kita telah belajar dari pengalaman sebelumnya bahwa sukacita yang berlebihan mendatangkan kesusahan kemudian. Itu sebabnya, kali ini kita bisa bersukacita dalam syukur kepada Tuhan tetapi perlu mawas diri.
Sebagai pribadi saya merenung mengingat juga ungkapan Ketua BPHS, Pdt.Anselmus Puasa dalam pertemuan dengan Tim Kuasa Hukum kasus Logo GMIH ini. Apa maksud Tuhan memberikan kemenangan ini di minggu saat kita harus merenungkan firman tentang Menara Babel?
Dari perenungan inilah saya menulis refleksi terhadap kondisi GMIH pasca Putusan 1112.
Kisah menara Babel telah lekat dalam ingatan sejak kita menjadi anak sekolah minggu, yang selalu mengingatkan kita tentang kesombongan manusia dan bahasa yang dikacaukan. Pertanyaannya, apa itu ‘kesombongan’? Mengapa Tuhan memandang kesombongan sebagai kejahatan? Apakah Tuhan mengacaukan bahasa untuk menggagalkan rencana pembangunan menara kota?
Kesombongan berasal dari kata ‘sombong’ (KBBI) yang artinya menghargai diri secara berlebihan, meninggikan diri, congkak, dan pongah. Orang sombong memandang dirinya lebih sempurna dan memandang orang lain rendah atau hina. Karena itu kecenderungannya adalah merendahkan, mencela, menghina atau meremehkan orang lain. Orang orang sombong juga sering disebut tinggi hati. Orang yang tinggi hati suka didengar tetapi tidak rela/ tidak tahan mendengarkan orang lain. Kesombongan dalam Alkitab cirinya adalah sikap menolak kebenaran, atau meremehkan penyataan Roh, tidak rela ditegur firman, tidak menghormati otoritas Tuhan, selalu merasa diri benar,dll. Itu sebabnya, Alkitab mencatat “Allah menentang orang yang congkak dan mengasihani orang yang rendah hati” (Yak.4:6b). TUHAN tidak dapat menaruh hati-Nya di dalam hati yang congkak, yang berpikir bahwa pengetahuan dan hikmat yang ada padanya sudah cukup sehingga ia tidak merepotkan Tuhan. Ini adalah gambaran yang keliru tentang Tuhan, sebab Ia ingin dilibatkan dalam segala sesuatu. Ingat, kehendak TUHAN adalah “di bumi seperti di Sorga” (Doa Bapa Kami). TUHAN Penguasa Sorga ingin membangun Kerajaan-Nya di bumi, dan Ia telah memberi catatan-catatan suci oleh pewahyuan para nabi yang disempurnakan dalam teladan hidup Yesus Kristus. Setelah Yesus kembali kepada Bapa, duduk di atas tahta kemuliaan-Nya di Sorga, Sorga mencurahkan aliran kuasa pada hari Pencurahan Roh Kudus (Pentakosta). Roh Kudus adalah Roh Penolong yang menuntun pada kebenaran. Kebenaran tentang Kerajaan-Nya yang penuh dengan ketersediaan ‘material’ yang dibutuhkan untuk membangun kerajaan-Nya di bumi yang telah rusak oleh dusta iblis yang menjerat manusia dengan candu dosa.
Iblis masih bermegah dengan pekerjaannya yang menyesatkan manusia, yang membawa pikiran manusia pada kebanggaan diri karena otak manusia sudah mampu mengembangkan iptek yang tercanggih di bumi. Terobosan-terobosan ilmu pengetahuan dan teknologi ini dicapai tanpa perlu percaya kepada Tuhan. Bahkan dalam perkembangan dunia modern yang semakin tak terkendali ini, kita dapat mengendus rencana raksasa bisnis dunia yang mulai membangun ‘Menara Babel’ dengan sebuah system “One World One Government” (Satu Dunia Satu Pemerintahan). Keadaan ini telah dinubuatkan Tuhan dalam kisah menara Babel “Mereka satu bangsa satu bahasa untuk semuanya. Ini barulah permulaan usaha mereka; mulai dari sekarang apapun juga yang mereka rencanakan, tidak ada yang tidak akan dapat terlaksana” (Kej.11:6). Artinya untuk sesaat lamanya Tuhan akan mengijinkan manusia bermegah dalam kesombongannya karena berhasil membangun untuk mencari kemuliaan dunia.
Saya berani mengatakan bahwa bencana global Covid-19 adalah bukti telah dimulainya rencana one world one government. Mengapa? Bukankah, dengan bencana covid ini, seluruh dunia menjalani prosedur yang sama? Semua orang diwajibkan divaksin dan terinput data pribadinya dalam satu system yang dapat diakses di seluruh belahan dunia. Pekerjaan iblis Tuhan perkenankan berhasil seperti kata Tuhan tadi ‘mulai sekarang, apapun juga yang mereka rencanakan, tidak ada yang tidak akan dapat terlaksana’, artinya semuanya pasti akan terlaksana. Mengapa Tuhan mengijinkan pekerjaan membangun menara babel itu berhasil? Supaya firman Tuhan digenapi. Ketika semuanya genap, cawan kejahatan itu menjadi penuh, maka Tuhan akan menumpahkan murka-Nya atas bumi yang dikuasai oleh si ‘ular tua’. Tuhan akan mengacaukan bahasa mereka sehingga mereka tidak dapat menikmati apa yang telah mereka bangun. Bagaimana cara Tuhan mengacaukan bahasa mereka? Dengan membangkitkan generasi-generasi baru yang dipenuhi dengan Roh Tuhan. Tuhan akan mengirimkan pasukan Surga untuk menggenapi seluruh firman-Nya. Babel akan runtuh. (Wahyu 14:8)
“Dan seorang malaikat lain, malaikat kedua, menyusul dia dan berkata: “sudah rubuh, sudah rubuh Babel, kota besar itu, yang telah memabukkan segala bangsa dengan anggur hawa nafsu cabulnya.”
Lalu bagaimana sikap Gereja terhadap kondisi ini? Dalam perenungan yang panjang, Saya teringat kisah bangsa Israel yang dibawa ke pembuangan di Babel. Ada sejumlah orang yang tidak mau ikut digiring ke Babel, mereka akhirnya terbunuh dengan pedang. Apakah mereka dibunuh oleh Babel? Tidak. Mereka mati dengan pedang oleh musuh yang lain. Mengapa? Karena Tuhan sudah menubuatkan demikian (Yes.5:13) “Sebab itu umat-Ku harus pergi ke dalam pembuangan, oleh sebab mereka tidak mengerti apa-apa…” karena umat itu tidak mengerti apa-apa maka mereka harus belajar sesuatu dari Tuhan.
Tidak ada umat-Nya yang luput dari hajaran itu. Tetapi jika mereka menuruti cara Tuhan ‘mendidik’ mereka di pembuangan, maka ada kesempatan bagi mereka untuk dipulihkan pada waktu yang ditetapkan-Nya, 70 tahun. Dalam pembuangan itu, Tuhan membela bangsa pilihan-Nya dengan membangkitkan generasi pendoa bangsa yakni; Daniel dan kawan-kawannya yang teguh pada iman mereka, menyembah TUHAN Allah Israel, serta terus berdoa mengawal janji Tuhan tentang waktu pembebasan. Untuk menyatakan keberpihakan-Nya pada umat-Nya di pembuangan, Allah Israel mendemonstrasikan kekuatan-Nya melalui iman anak-anak-Nya yang setia. Peristiwa Gua singa yang ditaklukan Allah Israel bagi Daniel dan perapian yang menyala-nyala yang tidak dapat menghanguskan tubuh anak-anak Ibrani ini, telah membuktikan keperkasaan TUHAN Allah Israel, sehingga mereka kemudian disegani dan nama Allah Israel pun dihormati oleh bangsa yang tidak mengenal TUHAN itu. Umat Israel menjadi orang-orang yang berhasil di tanah pembuangan dan oleh pertolongan Tuhan melalui raja Koresh yang kemudian mengijinkan umat Israel pulang ke bangsanya
| (Yes.45:13) “Akulah yang menggerakkan Koresh untuk maksud penyelamatan, dan Aku akan meratakan segala jalannya; dialah yang akan membangun kota-Ku dan yang akan melepaskan orang-orang-Ku yang ada dalam pembuangan, tanpa bayaran dan tanpa suap,” firman TUHAN semesta alam. |
dan membangun kotanya.
Relevansi bagi Kehidupan Gereja di GMIH
Tuhan kita masih Tuhan yang sama yang dipercayai oleh Daniel, yang membebaskan Daniel dari Gua singa dan dari tempat perapian. Kita mungkin bisa masuk dalam rencana jahat ‘si ular tua’ yang tampak sangat natural. Pekerjaan kerajaan iblis terlihat alami karena sesuai prosedur formal, tetapi tujuan akhirnya adalah merekrut pengikut-pengikut yang memuja dia dan menolak Raja Sorga. Itu sebabnya, betapa Gereja harus teguh dan konsisten berdiri di atas kebenaran firman yang murni, bukan di atas firman yang telah mengandung ‘ragi’ (dikembangkan) menurut kepentingan dan selera manusia. Gereja benar-benar membutuhkan hikmat Tuhan dalam setiap langkah penerapan program pelayanan dan dalam penerapan pola pelayanan, harus berdasarkan kebenaran firman Tuhan.
Tema ‘Pembaharuan berdasarkan firman Tuhan’, yang ditetapkan pada bulan ini adalah pewahyuan Roh Kudus, yang benar-benar harus diberitakan dan dihidupi oleh setiap pelayan maupun umat. Di Gereja ini kita perlu membangun ‘menara doa’ untuk meruntuhkan ‘menara babel’ yang penuh spirit kesombongan, dusta, hawa nafsu, percabulan, iri hati, dll.
Menara doa adalah gerbang masuk menuju tahta Tuhan. Menara doa yang dimaksud tidak harus sebuah bangunan yang tinggi, yang sering dijadikan pos jaga/ menara jaga. Tetapi tempat di mana setiap orang dapat memasuki hadirat Tuhan dan dapat melihat segala sesuatu dari cara pandang Tuhan. Memandang dari ketinggian Tuhan dalam menara doa hanya dapat dibangun dalam sikap kerendahan hati; yang tunduk pada kebenaran, yang mau menempatkan kepentingan orang lain lebih dari kepentingan dirinya sendiri. Kerendahan hati dapat mengakses kuasa Roh Kudus yang memimpin pada kebenaran, yang membuka aliran-aliran sungai yang menghidupi jiwa-jiwa yang kering dan haus akan Tuhan. Dari aliran air sumber hidup itu akan menumbuhkan tanaman-tanaman Tuhan (kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kelemahlembutan, penguasaan diri,dst). Tanaman rohani inilah yang Tuhan inginkan bertumbuh lebat dan berbuah di dalam Kerajaan-Nya di bumi. Apakah GMIH mau melakukannya bagi Dia?
GMIH Pasca-Putusan 1112
Puji Tuhan, putusan Mahkamah Agung atas gugatan GMIH jalan Kawasan Pemerintahan tentang Hak Penggunaan Merek Organisasi, yang dikenal dengan kasus logo GMIH ini, diterima sebagian besar. MA melegitimasi hak legal melalui putusan no: 1112 K/Pdt.SUS-HKI/2022/PN.Niaga.Mks, bahwa satu-satunya yang berhak menggunakan logo GMIH adalah GMIH yang sekarang berkantor di kantor Sinode GMIH yang baru diresmikan pada 06 Juni 2022 lalu, yakni di jalan Pusat Layanan GMIH, Desa WKO Kecamatan Tobelo Tengah, Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara (dulu: Jl.Kawasan Pemerintahan, Depan Kantor Bupati Halut)
Kemenangan ini adalah anugerah Tuhan seperti kesaksian Tim Kuasa Hukum GMIH dalam perkara ini. Bagi saya, putusan MA (sebut saja putusan 1112) adalah peneguhan dari janji pembaharuan Tuhan di GMIH, bahwa ini barulah permulaan usaha untuk membangun Gereja yang Kuat dalam pengajaran dan teologinya, Tertib dalam pengorganisasian organ-organ GMIH, dan memiliki sikap hidup yang penuh Kasih terhadap Tuhan, sesama manusia serta alam semesta. Tidak mudah menerapkan visi GMIH yang adalah Vision of God sebagaimana yang disaksikan oleh 2 Tim.1:7 “Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.” Namun sebagaimana sejarah suci Perjanjian Lama yang menyaksikan kebenaran firman yang tidak pernah gagal, maka saya yakin bahwa Visi Tuhan inipun tidak akan pernah gagal. Dalam proses menuju visi itu, Tuhan sudah menetapkan langkah-langkah yang perlu dilakukan. Persoalannya, siapa yang mau berjalan dalam proses menuju GMIH yang Kuat, Tertib dan penuh Kasih? Bagaimana setiap orang dalam kesadaran akan panggilan-Nya sebagai Pemimpin, Pelayan, maupun umat di GMIH bersedia tunduk pada cara Tuhan membaharui Gereja-Nya?
Pertanyaan ini penting untuk direnungkan sebab suka tidak suka, putusan MA 1112 ini akan menghasilkan berbagai polemic internal yang menuntut kebijaksanaan aras Pimpinan Gereja untuk mengurai masalah dengan tenang, sabar dan penuh hikmat. Kesatuan tubuh aras kepemimpinan tingkat sinodal sangat menentukan langkah-langkah penyelesaian masalah eksternal. Sinode perlu mendapat kepercayaan jemaat yang sudah ada untuk memperkuat posisi Gereja, saat gelombang baru datang. Sebut saja jika jemaat-jemaat GMIH yang selama ini ada di bawah kepemimpinan Pdt.Demianus Ice di jalan kemakmuran dirangkul untuk berjalan bersama. Proses pembauran ini membutuhkan kerendahan hati sebab dua komunitas besar yang sudah hidup dengan nilai-nilai dalam pola yang berbeda harus disatukan; Kita semua benar-benar perlu diperlengkapi dengan roh yang rela.
Waspadalah Terhadap Dua Penyakit ini!
Ada dua penyakit yang perlu diwaspadai dalam perjalanan pembaharuan GMIH ini versi Tim Redaksi, yaitu:
Pertama, sakit “Lupa Ingatan”, dengan gejalanya sering melupakan sejarah. Kedua, sakit “Diabetes Meletus”, dengan ciri kelebihan ‘manis’; berbangga diri, sering menepuk dada hingga ‘meletus’ keangkuhan/pongah; ingin diakui dan dipuji karena merasa paling berjasa atau paling banyak berkorban. Apa yang harus dilakukan? Jangan melupakan sejarah! Sebab TUHAN yang Mhaabesar pun tidak pernah merangkai sejarah dengan pemeran tunggal. Seperti ketika Musa dipanggil untuk membebaskan bangsa Israel dari rumah perbudakan di Mesir, menuju tanah perjanjian tetapi akhirnya Musa sendiri tidak dapat memasuki tanah janji itu. Apakah
| Kemudian berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Tuliskanlah semuanya ini dalam sebuah kitab sebagai tanda peringatan, dan ingatkanlah ke telinga Yosua, bahwa Aku akan menghapuskan sama sekali ingatan kepada Amalek dari kolong langit”. |
karena Musa tidak layak? Sesungguhnya bukan soal layak atau tidak, tetapi Tuhan sedang mendidik umat untuk mengerti hukum-hukum-Nya melalui sejarah perjalanan Israel dalam kepemimpinan Musa. Musa yang dikenal sebagai nabi yang paling lembut hatinya, dapat jatuh dalam dosa kemarahan yang membuat ia berkata-kata tidak tepat seperti yang diperintahkan Tuhan. Sekalipun ia tidak masuk tanah Kanaan, Musa tidak marah kepada Tuhan. Bahkan ketika ia diperintahkan Tuhan untuk memberikan sebagian dari kewibawaannya kepada muridnya Yosua, Musa melakukannya dengan rela.
Perjalanan selanjutnya menyeberangi sungai Yordan di bawah kepemimpinan Yosua. Janji penyertaan Tuhan kepada Musa, diteguhkan kembali kepada Yosua. Artinya janji TUHAN Allah Israel masih sama bagi orang yang dipakai-Nya untuk mencapai tujuan Tuhan. Lalu apakah orang Israel melupakan Musa? Tidak. Kepemimpinan terus berganti dari jaman nabi, imam, hakim dan raja tetapi nama-nama mereka serta apa yang mereka lakukan semasa hidupnya telah diabadikan dalam kitab-kitab sejarah. Sejarah suci ini juga telah membuktikan bahwa hanya pemimpin yang menghormati Tuhan, yang taat pada hukum, ketetapan dan perintah-Nya dan yang hidup benar di mata Tuhan, dialah yang diberkati dengan kejayaan serta kehormatan yang tidak dapat dihapus dari ingatan Israel turun temurun. Sebaliknya orang-orang yang congkak dan suka mencari nama akan dihapuskan Tuhan dari ingatan, sekalipun ia selalu menyebutkan jasanya dan membesar-besarkan namanya.
Kekhawatiran akan munculnya ‘wabah kesombongan’ pasca kemenangan logo ini, mengingatkan saya tentang orang-orang Amalek yang sombong sehingga TUHAN Allah Israel hendak menghapuskan kaum Amalek dari muka bumi (Kel.17:14) Karena itu, hendaklah setiap orang menguji dirinya sendiri, setulus apakah kita mengasihi Tuhan melalui pelayanan bagi gereja-Nya di GMIH ini. Relakah jika kebaikan kita tidak terlihat supaya Tuhanlah yang dipandang? Relakah pengorbanan kita tidak terhitung supaya Tuhan kita yang disanjung? Bersyukurlah jika seseorang/ beberapa orang dipakai Tuhan untuk maksud itu. Ingatlah, bersama Kita ataupun tanpa Kita, TUHAN sanggup membalikkan keadaan, karena itu, hendaknya jangan seorangpun bertepuk dada dan mencuri kemuliaan Tuhan yang telah menganugerahkan kita kemenangan dengan cara-Nya. Tetapi hendaknya setiap orang saling menghargai satu dengan yang lain sebagaimana Tuhan telah menghargai kita dengan hadiah kemenangan ini. Tuhan memberkati GMIH Kita! (more)